Regulation Name
stringlengths 2
3.85k
⌀ | Regulation Number
stringlengths 1
63
⌀ | Year
stringdate 1945-01-01 00:00:00
2030-01-01 00:00:00
⌀ | About
stringlengths 3
18.3k
⌀ | Chapter
stringlengths 5
2.72k
⌀ | Article
stringlengths 5
36
⌀ | Content
stringlengths 11
32.8k
⌀ |
|---|---|---|---|---|---|---|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 4
|
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “ketentuan kepabeanan di bidang impor”
adalah mengenai ketentuan kepabeanan serta ketentuan larangan
dan pembatasan.
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 5
|
Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat terdiri atas:
pengusaha Gudang Berikat dan pengusaha di Gudang Berikat ;
pengusaha Kawasan Berikat dan pengusaha di Kawasan Berikat;
pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat dan
pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;
pengus aha Toko Bebas Bea;
pengusaha Tempat Lelang Berikat; dan
pengusaha . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3-
pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan pengusaha di
Kawasan Daur Ulang Berikat.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 6
|
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf a
Dalam hal pengusahaan Gudang Berikat dilakukan oleh 1
(satu) badan hukum, pihak yang melakukan pengusahaan
disebut pengusaha Gudang Berikat.
Huruf b
Dalam hal pengusahaan Gudang Berikat dilakukan lebih
dari 1 (satu) badan hukum, pihak yang melakukan
pengusahaan disebut pengusaha di Gudang Berikat
merangkap sebagai penyelenggara di Gudang Berikat.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 7
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 8
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 9
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 10
|
Cukup j elas.
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaks ud dengan ”izin lainnya” antara lain izin
mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu
identitas pemohon izin.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 11
|
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”industri di tempat lain dalam daerah
pabean” antara lain industri manufaktur, industri pertambangan,
industri alat berat, dan industri jasa perminyakan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 12
|
Cukup jelas.
Cukup je las.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf a
Dalam hal pengusahaan Kawasan Berikat dilakukan oleh 1
(satu) badan hukum, pihak yang melakukan pengusahaan
disebut pengusaha Kawasan Berikat.
Huruf b
Dalam hal pengusahaan Kawasan Beri kat dilakukan lebih
dari 1 (satu) badan hukum, pihak yang melakukan
pengusahaan disebut pengusaha di Kawasan Berikat
merangkap sebagai penyelenggara di Kawasan Berikat.
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-5-
Cukup jelas.
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 13
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 14
|
Ayat (1 )
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak
dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertam bahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah
ini.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak
dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah
ini.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “barang ” termasuk sisa hasil produksi dari
proses produksi di Kawasan Berikat.
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 15
|
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-6-
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 15
|
Pengusaha yang telah mendapatkan izin sebagai penyelenggara
Kawasan Berikat, pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau
pengusaha di Kawasan Ber ikat dapat diberi fasilitas penangguhan
Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas
impor barang modal dan peralatan perkantoran yang semata -mata
dipakai di Tempat Penimbunan Berikat yang bersangkutan.
Termasuk dalam pengertian barang modal adalah peralatan untuk
pembangunan/konstruksi/perluasan Kawasan Berikat.
Yang termasuk dalam peralatan perkantoran yang habis pakai
antara lain kertas, tinta, pita mesin tik/printer, dan disket.
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 16
|
Cukup jela s.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin
mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu
identitas pemohon izin.
Huruf d
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 17
|
Cukup jelas.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin
mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu
identitas pemohon izin.
Huruf c . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7-
Huruf c
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 18
|
Cukup jelas.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin
mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu
identitas pemohon izin.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 19
|
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kewajiban untuk membuat faktur pajak dan memungut
Pajak Pertambahan Nilai timbul karena barang tersebut
dianggap telah diserahkan kepada p engusaha di tempat lain
dalam daerah pabean.
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-8-
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 20
|
Pada dasarnya pengusaha Kawasan Berikat dan pengusaha di
Kawasan Berikat dapat mengeluarkan sisa hasil produksi/limbah
(waste/scrap ) ke tempat lain dalam daerah pabean dengan
pertimbangan sisa hasil produksi/limbah ( waste/ scrap)
merupakan sisa yang dihasilkan dari proses produksi yang terjadi
di dalam Kawasan Berikat di wilayah Indonesia dan bukan
merupakan sisa hasil produksi/limbah (waste/scrap) yang diimpor
langsung d ari luar negeri.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 21
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 22
|
Huruf a
Dalam hal pengusahaan Tempat Penyelenggaraan Pameran
Berikat tetap, dilakukan oleh 1 (satu) badan hukum, pihak
yang melakukan pengusahaan diseb ut pengusaha Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap.
Huruf b
Dalam hal pengusahaan Tempat Penyelenggaraan Pameran
Berikat tetap, dilakukan lebih dari 1 (satu) badan hukum,
pihak yang melakukan pengusahaan disebut pengusaha di
Tempat Penyelenggaraan P ameran Berikat tetap merangkap
sebagai Penyelenggara di Tempat Penyelenggaraan Pameran
Berikat tetap.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 23
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 24
|
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-9-
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 24
|
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “ cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak
dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah tidak dipungut eksek usi dari Peraturan Pemerintah
ini.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak
dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah
ini.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 25
|
Cukup jelas.
Huru f a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin
mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu
identitas pemohon izin.
Huruf c . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-10-
Huruf c
Cukup jelas.
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 26
|
Cukup jelas.
Huruf a
Yang di maksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin
mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu
identitas pemohon izin.
Huruf b
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 27
|
Cukup jelas.
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin
mendirika n bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu
identitas pemohon izin.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 28
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 29
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 30
|
Cukup jelas.
Cukup jelas.
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-11-
Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak
dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Pe raturan Pemerintah
ini.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak
dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah
ini.
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 31
|
Cukup jelas.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin
mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu
identitas pemohon izin.
Huruf c
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 32
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 33
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 34
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 35
|
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-12-
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 35
|
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “c ap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak
dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah tidak dipungut eksekus i dari Peraturan Pemerintah
ini.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 36
|
Cukup jelas.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin
mendirikan bangunan, akta pendiria n usaha, dan kartu
identitas pemohon izin.
Huruf c
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 37
|
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-13-
Huruf a
Dalam hal pengusahaan Kawasan Daur Ulang Berikat
dilakukan oleh 1 (satu) bad an hukum, pihak yang melakukan
pengusahaan disebut pengusaha Kawasan Daur Ulang
Berikat.
Huruf b
Dalam hal pengusahaan Kawasan Daur Ulang Berikat
dilakukan lebih dari 1 (satu) badan hukum, pihak yang
melakukan pengusahaan disebut pengusaha di Kawasan Daur
Ulang Berikat merangkap sebagai penyelenggara di Kawasan
Daur Ulang Berikat.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 38
|
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak
dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah
ini.
Cukup j elas.
Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak
dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan at as
Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah
ini.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-14-
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 39
|
Cukup jelas.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “batas -batas yang jelas” adalah batas
yang berup a tembok yang memisahkan antara Kawasan Daur
Ulang Berikat dengan bangunan, tempat, atau kawasan lain di
luar Kawasan Daur Ulang Berikat.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dima ksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin
mendirikan bangunan, akta pendiria n usaha, dan kartu
identitas pemohon izin.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 40
|
Cukup jelas.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimak sud dengan ”izin lainnya” antara lain izin
mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dankartu
identitas pemohon izin.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 41
|
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-15-
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 41
|
Cukup jelas.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaks ud dengan ”izin lainnya” antara lain izin
mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu
identitas pemohon izin.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 42
|
Cukup jelas.
Huruf a
yang dimaksud dengan ”tersortir” adalah l imbah yang
digunakan sebagai bahan baku yang tidak tercampur dengan
jenis limbah lain dengan impuritis maksimal 3% (tiga
perseratus) yang dibuktikan dengan sertifikasi surveyor dari
negara asal.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jela s.
Huruf e
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Dalam hal kegiatan pengolahan menghasilkan limbah lain yang
tidak dapat diolah, dinetralkan, atau ditangani oleh pengusaha
Kawasan Daur Ulang Berikat atau pengusaha di Kawasan Daur
Ulang Berikat, izi n Kawasan Daur Ulang Berikat dicabut dan yang
bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang -undangan di bidang lingkungan hidup.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 43
|
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-16-
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 43
|
Huruf a
Pembekuan izin Tempat Penimbunan Berikat merupakan
tindak lanjut dari hasi l pemeriksaan dan/atau hasil audit yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap
Tempat Penimbunan Berikat yang bersangkutan. Dengan
pembekuan izin Tempat Penimbunan Berikat maka
penyelenggara dan/atau pengusaha Tempat Penimbunan
Berikat t idak diperkenankan untuk memasukkan barang ke
Tempat Penimbunan Berikat, sedangkan atas kegiatan yang
dilakukan atau ada di dalam Tempat Penimbunan Berikat
masih tetap diizinkan dan barang hasil kegiatan dapat
dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat.
Kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan antara
lain:
pengusaha Kawasan berikat memasukkan bahan baku
yang tidak sejenis dengan jenis bahan baku yang
digunakan untuk produksinya (misalnya perusahaan
elektronik memasukkan suku cadang kendaraan b ermotor);
pengusaha Gudang Berikat menimbun barang asal tempat
lain dalam daerah pabean;
pengusaha Toko Bebas Bea menjual barang kepada orang
yang tidak berhak membeli di Toko Bebas Bea;
pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
melakukan k egiatan lain selain kegiatan pameran
internasional di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;
pengusaha Tempat Lelang Berikat melakukan kegiatan lain
selain kegiatan lelang internasional di Tempat Lelang
Berikat; atau
pengusaha Kawasan Daur Ulang Be rikat menimbun bahan
baku berupa limbah di dalam Kawasan Daur Ulang Berikat
melebihi batas waktu yang telah ditentukan.
Huruf b
Ketidakmampuan dalam penyelenggaraan dan/atau
pengusahaan Tempat Penimbunan Berikat antara lain seperti
penyelenggara dan/atau p engusaha Tempat Penimbunan
Berikat tidak menyelenggarakan pembukuan dalam seluruh
kegiatannya atau Tempat Penimbunan Berikat tidak
melakukan kegiatan dalam jangka waktu tertentu secara terus
menerus atau penyelenggara dan/atau pengusaha tidak
melunasi utan gnya.
Ayat(2). . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-17-
Cukup jelas.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tidak mampu” adalah pengusaha
dinilai tidak mampu menyelenggarakan Tempat Penimbunan
Berikat berdasarkan hasil audit Pejabat Bea dan Cukai
terhadap Tempat Penimbun an Berikat.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 44
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 45
|
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “tidak jujur” antara lain menyalahgunakan
fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan melakukan tindak
pidana di bidang kepa beanan.
Huruf e
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 46
|
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka
Impor yang terutang” adalah semua utang yang timbul akibat
pemasukan barang ke Tempat Penimbunan Berikat baik
berupa utang yang berasal dari hasil temuan audit
kepabeanan maupun utang yang terjadi karena pengeluaran
barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke tempat lain dalam
daerah pabean.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-18-
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 47
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 48
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 49
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 50
|
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4998
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
18
|
2008
|
PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN MALANG
| null |
Pasal 1
|
Dengan Peraturan Pemerintah ini, ibu kota Kabupaten Malang
dipindahkan dari wilayah Kota Malang ke wilayah Kec amatan
Kepanjen Kabupaten Malang.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
18
|
2008
|
PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN MALANG
| null |
Pasal 2
|
(1) Wilayah Kecamatan Kepanjen sebagaimana dimaksud dalam
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
18
|
2008
|
PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN MALANG
| null |
Pasal 3
|
Pendanaan yang diperlukan untuk pemindahan ibu kota
Kabupaten Malang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ,
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja D aerah
Kabupaten Malang dan sumber pendanaan lain yang sah serta
tidak mengikat.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
18
|
2008
|
PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN MALANG
| null |
Pasal 4
|
Hal-hal yang timbul dari dan berhubungan dengan pel aksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, sepan jang
yang menyangkut instansi vertikal diatur lebih lanj ut oleh
menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non depart emen
yang membawahi instansi yang bersangkutan.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
18
|
2008
|
PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN MALANG
| null |
Pasal 5
|
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, penyele nggaraan
administrasi pemerintahan Kabupaten Malang dipindah kan
secara bertahap sesuai dengan ketersediaan sarana d an
prasarana di ibu kota Kabupaten Malang.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
18
|
2008
|
PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN MALANG
| null |
Pasal 6
|
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar . . .
- 4 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penemp atannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Februari 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Februari 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 39
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan
- 5 -
PENJELASAN
A T A S
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2008
TENTANG
PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN MALANG
DARI WILAYAH KOTA MALANG
KE WILAYAH KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG
I. UMUM
Kabupaten Malang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1950 tentang Pemerintah Daerah Kabupaten Jawa Timur, dengan
pusat pemerintahan Kabupaten Malang berkedudukan di Kota Malang.
Dalam perkembangannya keberadaan ibu kota Kabupaten Malang yang
selama ini berada di wilayah Kota Malang dianggap k urang selaras dengan
kebijakan Kabupaten Malang yang sedang giat melakuk an pembangunan di
berbagai bidang. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian dan
pengkajian secara seksama dengan melibatkan stakeholders keberadaan ibu
kota Kabupaten Malang yang saat ini berada di wilay ah kota Malang
dianggap sudah tidak sesuai dan perlu dipindahkan k e Kecamatan Kepanjen
yang berada di wilayah Kabupaten Malang agar dapat sejalan dan mengikuti
pertumbuhan pembangunan yang sedang giat dilakukan.
Saat ini, Kabupaten Malang tumbuh dan berkembang ce pat, baik fisik
maupun nonfisik, termasuk aktivitas perekonomian, s osial, budaya maupun
perkembangan jumlah penduduk. Pembangunan di Kabupa ten Malang terus
dipacu dengan menumbuhkembangkan pusat pelayanan ja sa, perdagangan,
sosial budaya, pendidikan maupun kegiatan lainnya d i seluruh wilayah yang
diimbangi dengan pengaturan tata ruang wilayah, khu susnya bagi
penyelenggaraan pusat pemerintahan/ibu kota Kabupat en Malang.
Secara faktual hasil peninjauan lapangan secara kes eluruhan Kecamatan
Kepanjen layak untuk dijadikan ibu kota Kabupaten M alang (ditinjau dari
sisi: dukungan lahan, sarana prasarana, rentang ken dali pemerintahan,
dukungan masyarakat, pelayanan masyarakat, aset, da n pengembangan ke
masa depan).
Sejalan dengan hal tersebut, pemindahan pusat pemer intahan dari Kota
Malang ke Kecamatan Kepanjen telah mendapatkan pers etujuan dari DPRD
Kabupaten Malang sesuai Keputusan Nomor 3 Tahun 200 7 tanggal 12 Maret
2007 tentang Persetujuan Pemindahan Ibukota Kabupat en Malang ke
Kecamatan Kepanjen dan usulan Bupati Malang dengan Surat
Nomor . . .
- 2 -
Nomor 180/707/421.013/2007 tanggal 2 Mei 2007 serta surat Gubernur
Provinsi Jawa Timur Nomor 138/8588/011/2007 tanggal 26 Juni 2007
perihal Ibukota Kabupaten Malang.
II. PASAL DEMI PASAL
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
18
|
2008
|
PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN MALANG
| null |
Pasal 2
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
18
|
2008
|
PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN MALANG
| null |
Pasal 3
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
18
|
2008
|
PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN MALANG
| null |
Pasal 4
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
18
|
2008
|
PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN MALANG
| null |
Pasal 5
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
18
|
2008
|
PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN MALANG
| null |
Pasal 6
|
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 825
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 1
|
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa
surat pengakuan utang baik dalam mata uang rupiah
maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga
dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai
dengan masa berlakunya, yang terdiri atas Surat
Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara.
2. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut
SPN adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu
paling lama 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran
bunga secara diskonto.
3. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan
Surat Utang Negara untuk pertama kali.
4. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan Surat
Utang Negara yang telah dijual di Pasar Perdana.
5. Diskonto SPN adalah selisih lebih antara :
nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga
perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar Sekunder;
atau
harga jual di Pasar Sekunder dengan harga perolehan
di Pasar Perdana atau di Pasar Sekunder,
tidak termasuk Pajak Penghasilan yang dipotong.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 2
|
(1) Atas penghasilan tertentu dari Wajib Pajak berupa
Diskonto SPN dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan
yang bersifat final.
(2) Besarnya . . .
- 3 -
(2) Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada
adalah:
a. 20% (dua puluh persen), bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT); dan
b. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang
berlaku bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di
luar negeri,
dari Diskonto SPN.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 3
|
Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 2
|
dilakukan oleh:
Penerbit SPN ( emiten ) atau kustodian yang ditunjuk selaku
agen pembayar, atas Diskonto SPN yang diterima
pemegang SPN saat jatuh tempo; atau
Perusahaan efek ( broker ) atau bank selaku pedagang
perantara maupun selaku pembeli, atas Diskonto SPN yang
diterima di Pasar Sekunder.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 4
|
Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
tidak dilakukan atas Diskonto SPN yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak:
a. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar
negeri di Indonesia;
b. Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan;
c. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan, selama 5 (lima) tahun
pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin
usaha.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 5
|
. . .
- 4 -
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 5
|
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan Pajak Pengha silan
atas Diskonto SPN diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 6
|
SPN yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini dan pemungutan PPh sudah dilakukan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2006
tentang Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat
Perbendaharaan Negara, tidak dipungut lagi berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 7
|
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peratur an
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pajak Penghas ilan
atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 8
|
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar ...
- 5 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 52
Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,
MUHAMMAD SAPTA MURTI
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 2008
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
I. UMUM
Perlakuan Pajak Penghasilan atas penghasilan tertentu be rupa Diskonto
Surat Perbendaharaan Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2006, dipandang masih belum e fektif dan
efisien pengenaan Pajak Penghasilannya dan kurang menduk ung
kebijakan fiskal Pemerintah.
Oleh karena itu, guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengenaan
Pajak Penghasilan atas Diskonto SPN serta untuk member ikan
kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat dalam rangka m emahami
ketentuan perpajakan atas SPN, maka dipandang perlu m engatur kembali
pengenaan Pajak Penghasilan atas Diskonto SPN sehingga lebih
memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan dalam
pelaksanaannya sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut d alam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Peng hasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Un dang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Un dang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
II. PASAL DEMI PASAL
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 2
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 3
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 4
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 5
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 6
|
Yang dimaksud dengan “SPN yang diterbitkan sebelum berl akunya
Peraturan Pemerintah ini“ adalah SPN dengan Nomor Seri SPN
2008052801.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 7
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
27
|
2008
|
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGAR A
| null |
Pasal 8
|
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
- 2 -
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
| null |
Pasal 1
|
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanj utnya
disebut RTRWN adalah arahan kebijakan dan strategi
pemanfaatan ruang wilayah negara.
2. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ru ang laut,
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebag ai
satu . . .
- 2 -
satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk l ain
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsun gan
hidupnya.
3. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
4. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perenc anaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
5. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
6. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geo grafis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistem nya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek
fungsional.
7. Wilayah nasional adalah seluruh wilayah Negara K esatuan
Republik Indonesia yang meliputi ruang darat, ruang laut,
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utam a lindung
atau budi daya.
9. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan d engan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidu p yang
mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
10. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapka n dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya buatan.
11. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budi daya,
baik di ruang darat maupun ruang laut yang
pengembangannya diarahkan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawas an
di sekitarnya.
12. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkunga n hidup
di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkot aan
maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat ke giatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
13. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumb er
daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tem pat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
14. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungs i
kawasan . . .
- 3 -
kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusa tan
dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayan an
sosial, dan kegiatan ekonomi.
15. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan y ang
terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri
atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaa n di
sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsio nal yang
dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilaya h
yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara
keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta ) jiwa.
16. Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbent uk dari 2
(dua) atau lebih kawasan metropolitan yang memiliki
hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem.
17. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara,
pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, bu daya,
dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapk an
sebagai warisan dunia.
18. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang d itetapkan
secara nasional yang digunakan untuk kepentingan
pertahanan.
19. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebu t PKN
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melay ani
kegiatan skala internasional, nasional, atau bebera pa
provinsi.
20. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melay ani
kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kot a.
21. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut P KL adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani keg iatan
skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
22. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjut nya disebut
PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk
mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara.
23. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelol aan sumber
daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai
dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau
sama dengan 2.000 km 2.
24. Daerah . . .
- 4 -
24. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah darat an yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke da nau
atau ke laut secara alami, yang batas di darat meru pakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
25. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terb uka,
tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alam iah
maupun yang sengaja ditanam.
26 Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang selanjutny a disebut
ZEE Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan d engan
laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berda sarkan
undang-undang yang berlaku tentang perairan Indones ia
yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan ai r di
atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil la ut diukur
dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.
27. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona
peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rin ci
tata ruang.
28. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerinta h, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indone sia
Tahun 1945.
29. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya
di bidang penataan ruang.
30. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
31. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adal ah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wila yah
yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masya rakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB II - TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
|
Pasal 2
|
Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mew ujudkan:
ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produk tif, dan
berkelanjutan;
keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkun gan
buatan;
keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasi onal,
provinsi, dan kabupaten/kota;
keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut , dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilay ah
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka
pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak nega tif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;
pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjuta n bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat;
keseimbangan dan keserasian perkembangan antarw ilayah;
keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsekto r; dan
pertahanan dan keamanan negara yang dinamis ser ta
integrasi nasional.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB II - TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
|
Pasal 3
|
RTRWN menjadi pedoman untuk:
penyusunan rencana pembangunan jangka panjang n asional;
penyusunan rencana pembangunan jangka menengah
nasional;
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan r uang di
wilayah nasional;
pewujudan . . .
- 6 -
pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimba ngan
perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasia n
antarsektor;
penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investas i;
penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/ko ta.
Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Nasio nal
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB II - TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
|
Pasal 4
|
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasio nal meliputi
kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola
ruang.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB II - TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
|
Pasal 5
|
(1) Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaima na
dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:
a. peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan
berhierarki; dan
b. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaring an
prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber
daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah
nasional.
(2) Strategi untuk peningkatan akses pelayanan perk otaan dan
pusat pertumbuhan ekonomi wilayah meliputi:
a. menjaga keterkaitan antarkawasan perkotaan, antara
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta anta ra
kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya;
b. mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yan g
belum terlayani oleh pusat pertumbuhan;
c. mengendalikan perkembangan kota-kota pantai; dan
d. mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan
agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam penge mbangan
wilayah di sekitarnya.
(3) Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkau an
pelayanan jaringan prasarana meliputi:
a. meningkatkan . . .
- 7 -
a. meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan
mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat ,
laut, dan udara;
b. mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi
terutama di kawasan terisolasi;
c. meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan ene rgi
terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta
mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga lis trik;
d. meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta
mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air;
dan
e. meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi miny ak dan
gas bumi, serta mewujudkan sistem jaringan pipa min yak
dan gas bumi nasional yang optimal.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB II - TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
|
Pasal 6
|
Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang seba gaimana
dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:
a. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung ;
b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi da ya;
dan
c. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strateg is
nasional.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB II - TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
|
Pasal 7
|
(1) Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi:
a. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi
lingkungan hidup; dan
b. pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dap at
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.
(2) Strategi untuk pemeliharaan dan perwujudan kelestar ian
fungsi lingkungan hidup meliputi:
a. menetapkan kawasan lindung di ruang darat, ruang la ut,
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi;
b. mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu
wilayah pulau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan kond isi
ekosistemnya; dan
c. mengembalikan . . .
- 8 -
c. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindu ng
yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan bud i
daya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara
keseimbangan ekosistem wilayah.
(3) Strategi untuk pencegahan dampak negatif kegiatan m anusia
yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup
meliputi:
a. menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup;
b. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan
perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh
suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
c. melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyera p
zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke
dalamnya;
d. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara lang sung
atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fis ik
lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tida k
berfungsi dalam menunjang pembangunan yang
berkelanjutan;
e. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini
dan generasi masa depan;
f. mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk
menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber
daya alam yang terbarukan untuk menjamin
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memeliha ra
dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragama nnya;
dan
g. mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya
adaptasi bencana di kawasan rawan bencana.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB II - TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
|
Pasal 8
|
(1) Kebijakan pengembangan kawasan budi daya sebagaiman a
dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi:
a. perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkai tan
antarkegiatan budi daya; dan
b. pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar t idak
melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.
(2) Strategi . . .
- 9 -
(2) Strategi untuk perwujudan dan peningkatan keter paduan dan
keterkaitan antarkegiatan budi daya meliputi:
a. menetapkan kawasan budi daya yang memiliki nilai
strategis nasional untuk pemanfaatan sumber daya al am di
ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang
di dalam bumi secara sinergis untuk mewujudkan
keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah;
b. mengembangkan kegiatan budi daya unggulan di dalam
kawasan beserta prasarana secara sinergis dan
berkelanjutan untuk mendorong pengembangan
perekonomian kawasan dan wilayah sekitarnya;
c. mengembangkan kegiatan budi daya untuk menunjang
aspek politik, pertahanan dan keamanan, sosial buda ya,
serta ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. mengembangkan dan melestarikan kawasan budi daya
pertanian pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan
nasional;
e. mengembangkan pulau-pulau kecil dengan pendekatan
gugus pulau untuk meningkatkan daya saing dan
mewujudkan skala ekonomi; dan
f. mengembangkan kegiatan pengelolaan sumber daya
kelautan yang bernilai ekonomi tinggi di Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI), Zona Ekonomi Ekslusif
Indonesia, dan/atau landas kontinen untuk meningkat kan
perekonomian nasional.
(3) Strategi untuk pengendalian perkembangan kegiatan b udi
daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tamp ung
lingkungan meliputi:
a. membatasi perkembangan kegiatan budi daya terbangun di
kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi
kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencan a;
b. mengembangkan perkotaan metropolitan dan kota besar
dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara
vertikal dan kompak;
c. mengembangkan ruang terbuka hjau dengan luas paling
sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan
perkotaan; dan
d. membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan
perkotaan besar dan metropolitan untuk mempertahank an
tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan
perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan
perdesaan di sekitarnya.
e. mengembangkan . . .
- 10 -
e. mengembangkan kegiatan budidaya yang dapat
mempertahankan keberadaan pulau-pulau kecil.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB II - TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
|
Pasal 9
|
(1) Kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c meliputi :
a. pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup untuk mempertahankan dan
meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan
keanekaragaman hayati, mempertahankan dan
meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestari kan
keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan bud aya
nasional;
b. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan
keamanan negara;
c. pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam
pengembangan perekonomian nasional yang produktif,
efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian
internasional;
d. pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tin ggi
secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
e. pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangs a;
f. pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung y ang
ditetapkan sebagai warisan dunia, cagar biosfer, da n
ramsar; dan
g. pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi
kesenjangan tingkat perkembangan antarkawasan.
(2) Strategi untuk pelestarian dan peningkatan fungsi d an daya
dukung lingkungan hidup meliputi:
a. menetapkan kawasan strategis nasional berfungsi lin dung;
b. mencegah pemanfaatan ruang di kawasan strategis nas ional
yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;
c. membatasi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan stra tegis
nasional yang berpotensi mengurangi fungsi lindung
kawasan;
d. membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dala m
dan di sekitar kawasan strategis nasional yang dapa t
memicu perkembangan kegiatan budi daya;
e. mengembangkan . . .
- 11 -
e. mengembangkan kegiatan budi daya tidak terbangun di
sekitar kawasan strategis nasional yang berfungsi s ebagai
zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung deng an
kawasan budi daya terbangun; dan
f. merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun
akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di
dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional.
(3) Strategi untuk peningkatan fungsi kawasan untuk
pertahanan dan keamanan negara meliputi:
a. menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi
khusus pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di
dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional unt uk
menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; dan
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi
daya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis n asional
sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan
strategis nasional dengan kawasan budi daya terbang un.
(4) Strategi untuk pengembangan dan peningkatan fungsi
kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional
meliputi:
a. mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi
sumber daya alam dan kegiatan budi daya unggulan
sebagai penggerak utama pengembangan wilayah;
b. menciptakan iklim investasi yang kondusif;
c. mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar tidak
melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan;
d. mengelola dampak negatif kegiatan budi daya agar ti dak
menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi
kawasan;
e. mengintensifkan promosi peluang investasi; dan
f. meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunja ng
kegiatan ekonomi.
(5) Strategi untuk pemanfaatan sumber daya alam dan/ata u
teknologi tinggi secara optimal meliputi:
a. mengembangkan kegiatan penunjang dan/atau kegiatan
turunan dari pemanfaatan sumber daya dan/atau tekno logi
tinggi;
b. meningkatkan . . .
- 12 -
b. meningkatkan keterkaitan kegiatan pemanfaatan sumbe r
daya dan/atau teknologi tinggi dengan kegiatan penu njang
dan/atau turunannya; dan
c. mencegah dampak negatif pemanfaatan sumber daya ala m
dan/atau teknologi tinggi terhadap fungsi lingkunga n
hidup, dan keselamatan masyarakat.
(6) Strategi untuk pelestarian dan peningkatan sosial d an budaya
bangsa meliputi:
a. meningkatkan kecintaan masyarakat akan nilai budaya
yang mencerminkan jati diri bangsa yang berbudi luh ur;
b. mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa dalam
kehidupan masyarakat; dan
c. melestarikan situs warisan budaya bangsa.
(7) Strategi untuk pelestarian dan peningkatan nilai ka wasan
yang ditetapkan sebagai warisan dunia meliputi:
a. melestarikan keaslian fisik serta mempertahankan
keseimbangan ekosistemnya;
b. meningkatkan kepariwisataan nasional;
c. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
d. melestarikan keberlanjutan lingkungan hidup.
(8) Strategi untuk pengembangan kawasan tertinggal meli puti:
a. memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan
berkelanjutan;
b. membuka akses dan meningkatkan aksesibilitas antara
kawasan tertinggal dan pusat pertumbuhan wilayah;
c. mengembangkan prasarana dan sarana penunjang kegiat an
ekonomi masyarakat;
d. meningkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan;
dan
e. meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya man usia
dalam pengelolaan kegiatan ekonomi.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB III - RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH NASIONAL
|
Pasal 10
|
Rencana struktur ruang wilayah nasional meliputi:
sistem perkotaan nasional;
sistem jaringan transportasi nasional;
sistem jaringan energi nasional;
sistem jaringan telekomunikasi nasional; dan
sistem jaringan sumber daya air.
Rencana struktur ruang wilayah nasional digambarkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian 1:1.000.000 sebagaim ana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian ti dak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Bagian Kedua
Sistem Perkotaan Nasional
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB III - RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH NASIONAL
|
Pasal 11
|
Sistem perkotaan nasional terdiri atas PKN, PKW , dan PKL.
PKN dan PKW tercantum dalam Lampiran II yang me rupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
PKL ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi berdasarkan usulan peme rintah
kabupaten/kota, setelah dikonsultasikan dengan Ment eri.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB III - RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH NASIONAL
|
Pasal 12
|
PKN, PKW, dan PKL dapat berupa:
kawasan megapolitan;
kawasan metropolitan;
kawasan perkotaan besar;
kawasan perkotaan sedang; atau
kawasan perkotaan kecil.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB III - RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH NASIONAL
|
Pasal 13
|
. . .
- 14 -
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB III - RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH NASIONAL
|
Pasal 13
|
(1) Selain sistem perkotaan nasional sebagaimana di maksud
dalam Pasal 11 ayat (1) dikembangkan PKSN untuk
mendorong perkembangan kawasan perbatasan negara.
(2) Kawasan yang ditetapkan sebagai PKSN tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB III - RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH NASIONAL
|
Pasal 14
|
(1) PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotens i sebagai
simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerba ng
menuju kawasan internasional;
b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional ata u yang
melayani beberapa provinsi; dan/atau
c. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul utama transportasi skala nasional atau melay ani
beberapa provinsi.
(2) PKW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung
PKN;
b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skal a
provinsi atau beberapa kabupaten; dan/atau
c. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul transportasi yang melayani skala provinsi at au
beberapa kabupaten.
(3) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotens i sebagai
pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skal a
kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/atau
b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul transportasi yang melayani skala kabupaten a tau
beberapa kecamatan.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB III - RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH NASIONAL
|
Pasal 15
|
. . .
- 15 -
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB III - RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH NASIONAL
|
Pasal 15
|
PKSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) d itetapkan
dengan kriteria:
a. pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemerik saan
lintas batas dengan negara tetangga;
b. pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerban g
internasional yang menghubungkan dengan negara teta ngga;
c. pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transpo rtasi
yang menghubungkan wilayah sekitarnya; dan/atau
d. pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan
ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan d i
sekitarnya.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB III - RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH NASIONAL
|
Pasal 16
|
(1) Kawasan megapolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf a merupakan kawasan yang ditetapkan dengan kr iteria
memiliki 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan ya ng
mempunyai hubungan fungsional dan membentuk sebuah
sistem.
(2) Kawasan metropolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf b merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan
dengan kriteria:
a. memiliki jumlah penduduk paling sedikit 1.000.0 00 (satu
juta) jiwa;
b. terdiri atas satu kawasan perkotaan inti dan beb erapa
kawasan perkotaan di sekitarnya yang membentuk satu
kesatuan pusat perkotaan; dan
c. terdapat keterkaitan fungsi antarkawasan perkota an dalam
satu sistem metropolitan.
(3) Kawasan perkotaan besar sebagaimana dimaksud da lam
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB III - RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH NASIONAL
|
Pasal 12
|
huruf c merupakan kawasan perkotaan yang
ditetapkan dengan kriteria jumlah penduduk lebih da ri
500.000 (lima ratus ribu) jiwa.
(4) Kawasan perkotaan sedang sebagaimana dimaksud d alam
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
26
|
2008
|
RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
|
BAB III - RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH NASIONAL
|
Pasal 12
|
huruf d merupakan kawasan perkotaan yang
ditetapkan dengan kriteria jumlah penduduk lebih da ri
100.000 (seratus ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus
ribu) jiwa.
(5) Kawasan . . .
- 16 -
(5) Kawasan perkotaan kecil sebagaimana dimaksud da lam Pasal
12 huruf e merupakan kawasan perkotaan yang ditetap kan
dengan kriteria jumlah penduduk lebih dari 50.000 (lima
puluh ribu) sampai dengan 100.000 (seratus ribu) ji wa.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Transportasi Nasional
|
Subsets and Splits
No community queries yet
The top public SQL queries from the community will appear here once available.