Regulation Name
stringlengths 2
3.85k
⌀ | Regulation Number
stringlengths 1
63
⌀ | Year
stringdate 1945-01-01 00:00:00
2030-01-01 00:00:00
⌀ | About
stringlengths 3
18.3k
⌀ | Chapter
stringlengths 5
2.72k
⌀ | Article
stringlengths 5
36
⌀ | Content
stringlengths 11
32.8k
⌀ |
|---|---|---|---|---|---|---|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 50
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 51
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 52
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 53
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 54
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 55
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 56
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 57
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 58
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 59
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 60
|
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 60
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 61
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 62
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 63
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 64
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 65
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 66
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 67
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 68
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 69
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 70
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 71
|
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 9 -
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 71
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 72
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 73
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 74
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 75
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 76
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 77
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 78
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 79
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 80
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 81
|
Cukup jelas.
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
Yang dimaksud dengan organisasi penghayat kepercayaan
adalah suatu wadah penghayat kepercayaan yang terdaftar
pada instansi di kementerian yang membidangi pembinaan
teknis kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 82
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 83
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 84
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 85
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 86
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 87
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 88
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 89
|
Cukup jelas.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
37
|
2007
|
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
|
BAB XIV - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 90
|
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4736
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
| null |
Pasal 16
|
B Undang -Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nila i
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang -Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan
Kedua atas Undang -Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa d an Pajak
Penjualan atas Barang Mewah , terhadap Tempat
Penimbunan Berikat dapat diberikan fasilitas perpajakan
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah ;
e.bahwa berdasarkan pertimbangan seb agaimana dimaksud
dalam huruf a sampai dengan huruf d ,perlu me netapkan
Peraturan Pemerintah tentang Tempat Penimbunan Berikat ;
Mengingat :1.Pasal 5 ayat (2) Undang -Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang -Undang . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2-
2.Undang -Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia T ahun
1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang -Undang Nomor 36 Tahun
2008 tentan g Perubahan Keempat atas Undang -Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4893);
3.Undang -Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (Lembaran Negara Re publik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang -Undang
Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas
Undang -Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3986);
4.Undang -Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan
Undang -Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas Undang -Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan (Lembaran N egara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4661);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN
BERIKAT.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB I - KETENTUAN UMUM
|
Pasal 1
|
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dima ksud dengan:
1.Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat,
atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang
digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan
tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
2.Gudang . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3-
2.Gudang Berikat adalah Tempat Penimb unan Berikat untuk
menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih
kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali,
penyortiran, penggabungan ( kitting) , pengepakan,
penyetelan, pemotongan, atas barang -barang tertentu
dalam jangka waktu tertentu unt uk dikeluarkan kembali.
3.Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat
untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang
berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah
atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor.
4.Tempat Penyele nggaraan Pameran Berikat adalah Tempat
Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam
jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa baran g dari
dalam Daerah P abean untuk dipamerkan.
5.Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk
menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah
Pabean untuk dijual kepada orang tertentu.
6.Tempat Lelang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat
untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu
tertentu untuk dijual secara lelang.
7.Kawasan Daur Ulang Berikat a dalah Tempat Penimbunan
Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka
waktu tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan daur
ulang l imbah asal impor dan/atau asal Daerah P abean
sehingga menjadi produk yang mempunyai nilai tambah
serta nilai ekonomi yan g lebih tinggi.
8.Dokumen L ingkungan Hidup adalah do kumen yang berisi
upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yan g
terdiri dari dokumen analisis m engenai dampak lingkungan
hidup atau dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup
dan upaya pemantaua n lingkungan hidup, sesuai dengan
yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan
perundang -undangan di bidang pengelolaan lingkungan
hidup.
9.Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang
meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di
atasnya serta tempat -tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku
Undang -Undang tentang Kepabeanan.
10.Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
11.Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
12.Pajak Dalam Rangka Impor adalah Pajak Pertambahan
Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 22.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB I - KETENTUAN UMUM
|
Pasal 2
|
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB I - KETENTUAN UMUM
|
Pasal 2
|
(1)Tempat Penimbunan Berikat dapat berbentuk:
a.Gudang Berikat;
b.Kawasan Berikat;
c.Tempat Penyelenggaraan Pame ran Berikat;
d.Toko Bebas Bea;
e.Tempat Lelang Berikat; atau
f.Kawasan Daur Ulang Berikat.
(2)Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud pada
merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya
berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB I - KETENTUAN UMUM
|
Pasal 3
|
Pemasukan barang ke Tempat Penimbunan Berikat dapat
berasal dari:
luar Daerah Pabean;
Tempat Penimbunan Berikat lainnya; dan/atau
tempat lain dalam daerah pabean.
Penyerahan jasa kena p ajak dalam, ke, atau dari Tempat
Penim bunan Berikat dikenakan dan dipungut Pajak
Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang -undangan di bidang perpajakan.
Atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud
dan/atau jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean di
Tempat Penimbu nan Berikat dikenakan dan dipungut Pajak
Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang -undangan di bidang perpajakan.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB I - KETENTUAN UMUM
|
Pasal 4
|
(1)Barang dari Tempat Penimbunan Berikat dapat dikeluarkan
ke:
a.luar Daerah Pabean;
b.Tempat Penimbunan Berik at lainnya; dan/atau
c.tempat lain dalam daerah pabean.
(2)Pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat
dengan tujuan ke luar Daerah Pabean sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan
kepabeanan di bidang ekspor.
(3) Atas . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-5-
(3)Atas penyeraha n barang kena pajak dari Tempat
Penimbunan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terutang
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(4)Atas penyerahan baran g kena pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), harus dibuatkan faktur pajak oleh
pengusaha.
(5)Pengeluaran barang asal impor dari Tempat Penimbunan
Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, berlaku ketentuan
kepabeanan di bidang impor.
(6)Atas pengeluaran barang asal impor sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) harus dilakukan dengan
menggunakan pemberitahuan pabean impor yang
disampaikan oleh pengusaha Tempat Penimbunan Berikat.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB I - KETENTUAN UMUM
|
Pasal 5
|
Pengusaha Tempat Penimb unan Berikat bertanggung jawab
terhadap Bea Masuk dan pajak yang terutang atas barang yang
ditimbun di Tempat Penimbunan Berikatnya.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB II - GUDANG BERIKAT
|
Pasal 6
|
(1)Di dalam Gudang Berikat dilakukan penyelen ggaraan dan
pengusahaan Gudang Berikat.
(2)Penyelenggaraan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara Gudang Berikat
yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
(3)Penyelenggara Gudang Berikat sebagaim ana dimaksud
pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan dan
mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Gudang
Berikat.
(4)Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Gudang Berikat dapat
dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Gudang Berikat.
(5)Pengusahaan Gu dang Berikat sebagaimana dimaksud pada
dilakukan oleh:
a.pengusaha Gudang Berikat; atau
b.pengusaha . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-6-
b.pengusaha di Gudang Berikat merangkap sebagai
penyelenggara di Gudang Berikat.
(6)Pengusaha Gudang Berikat dan pengusaha di Gudang
Berikat sebagaimana di maksud pada ayat (5) melakukan
kegiatan menimbun barang impor dalam jangka waktu
tertentu.
(7)Kegiatan menimbun barang impor sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih
kegiatan berupa pengemasan, pengemasan kembali,
penyortiran, penggabungan ( kitting ), pengepakan,
penyetelan, dan/atau pemotongan ,atas barang -barang
tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan
kembali.
(8)Pengusaha Gudang Berikat dan pengusaha di Gudang
Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus
berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
Bagian Kedua
Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB II - GUDANG BERIKAT
|
Pasal 7
|
(1)Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke
Gudang Berikat:
a.diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
b.tidak dipungut Paj ak Dalam Rangka Impor.
(2)Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat
ke Gudang Berikat yang merupakan barang retur dan/atau
rijek:
a.diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
b.tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
(3)Dalam hal barang s ebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
asal impor dikeluarkan ke tempat lain dalam
daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai,
pengusaha Gudang Berikat at au pengusaha di Gudang
Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam
Rangka Impor.
(4)Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke tempat
lain dalam daerah pabean, pengusaha Gudang Berikat dan
pengusaha di Gudang Berikat wajib membuat faktur pajak
dan memungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang -undangan di bidang
perpajakan.
(5) Barang . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7-
(5)Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Gudang
Berikat yang bersangkutan.
Bagian Ketiga
Penyelenggara Gudang Berikat
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB II - GUDANG BERIKAT
|
Pasal 8
|
(1)Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian
izin penyelenggara Gudang Berikat untuk jangka waktu
tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2)Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Gudang
Berikat dan izin penyelenggara Gudang Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak y ang akan
menjadi penyelenggara Gudang Berikat harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu
kawasan, tempat, atau bangunan yang mempunyai
batas -batas yang jelas, berikut peta lokasi/tempat dan
rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Gudang
Berikat;
b.memiliki Surat Izin Tempat Usaha , Dokumen
Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan
dari instansi teknis terkait; dan
c.telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan.
Bagian Keempat
Pengusaha Gudang Berikat
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB II - GUDANG BERIKAT
|
Pasal 9
|
(1)Pemberian izin pengusaha Gudang Berikat untuk jangka
waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2)Untuk mendapatkan izin pengusaha Gudang Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan
menjadi pengusaha Gudang Berikat harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.memiliki bukti kepe milikan atau penguasaan suatu
tempat ,atau bangunan yang mempunyai batas -batas
yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata
letak/denah;
b. memiliki .. .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-8-
b.memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan , Dokumen
Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan
dari ins tansi teknis terkait; dan
c.telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan.
Bagian Kelima
Pengusaha di Gudang Berikat
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB II - GUDANG BERIKAT
|
Pasal 10
|
(1)Pemberian izin pengusaha di Gudang Berikat dan
penetapan penyelenggara di Gudang Berikat untuk jangka
waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2)Untuk mendapatkan izin pengusaha di Gudang Berikat dan
penetapan penyelenggara di Gudang Berikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi
pengusaha di Gudang Berikat merangkap sebagai
penyelenggara di Gudang Berikat harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.memiliki bukti ke pemilikan atau penguasaan suatu
tempat, atau bangunan yang mempunyai batas -batas
yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata
letak/denah;
b.memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan , Dokumen
Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan
dari i nstansi teknis terkait;
c.telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan; da n
d.mendapat rekomendasi dari penyelenggara Gudang
Berikat.
Bagian Keenam
Pengeluaran Barang dari Gudang Berikat
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB II - GUDANG BERIKAT
|
Pasal 11
|
Barang impor yang ditimbun di Gudang Berikat dapat
dikeluarkan untuk:
mendukung kegiatan industri di Kawasan Berikat dan/atau
industri di tempat lain dalam daerah pabean;
dimasukkan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-9-
dimasukkan ke Toko Bebas Bea; atau
diekspor.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB III - KAWASAN BERIKAT
|
Pasal 12
|
(1)Di dalam Kawasan Berikat dilakukan penyelenggaraan dan
pengusahaan Kawasan Ber ikat.
(2)Penyelenggaraan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara Kawasan
Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
(3)Penyelenggara Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mela kukan kegiatan menyediakan dan
mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan
Berikat.
(4)Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Kawasan Berikat dapat
dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Kawasan
Berikat.
(5)Pengusahaan Kawasan Berikat sebagaimana dim aksud
pada ayat (1) dilakukan oleh:
a.pengusaha Kawasan Berikat; atau
b.pengusaha di Kawasan Berikat merangkap sebagai
penyelenggara di Kawasan Berikat.
(6)Pengusaha Kawasan Berikat dan pengusaha di Kawasan
Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) me lakukan
kegiatan menimbun barang impor dan/atau barang yang
berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah
atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor.
(7)Pengusaha Kawasan Berikat dan pengusaha di Kawasan
Berikat sebagaimana dimaksu d pada ayat (5) harus
berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB III - KAWASAN BERIKAT
|
Pasal 13
|
Di dalam lokasi Kawasan Berikat dapat diselenggarakan Gudang
Berikat.
Bagian Kedua . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-10-
Bagian Kedua
Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB III - KAWASAN BERIKAT
|
Pasal 14
|
(1)Barang yang dimasukkan dari luar D aerah Pabean ke
Kawasan Berikat:
a.diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
b.tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
(2)Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat
ke Kawasan Berikat:
a.diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
b.tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
(3)Terhadap pemasukan barang dari Tempat Penimbunan
Berikat ke Kawasan Berikat, pengusaha Tempat
Penimbunan Berikat wajib membuat faktur pajak yang
dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pa jak Penjualan atas Barang Mewah
tidak dipungut.
(4)Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah
pabean ke Kawasan Berikat tidak dipungut Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
(5)Terhadap pema sukan barang dari tempat lain dalam daerah
pabean ke Kawasan Berikat, pengusaha di tempat lain
dalam daerah pabean wajib membuat faktur pajak yang
dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah tida k dipungut.
(6)Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
asal impor dikeluarkan ke tempat lain dalam
daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai,
pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan
Berikat wajib melunasi Bea M asuk dan Pajak Dalam
Rangka Impor.
(7)Atas penyerahan barang dari Kawasan Berikat ke tempat
lain dalam daerah pabean, pengusaha Kawasan Berikat
atau pengusaha di Kawasan Berikat wajib membuat faktur
pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai
denga n ketentuan peraturan perundang -undangan di
bidang perpajakan.
(8)Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
, bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di
Kawasan Berikat yang bersangkutan.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB III - KAWASAN BERIKAT
|
Pasal 15
|
.. .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-11-
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB III - KAWASAN BERIKAT
|
Pasal 15
|
(1)Barang impor berupa barang mo dal dan peralatan
perkantoran yang dimasukkan ke Kawasan Berikat
diberikan penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut
Pajak Dalam Rangka Impor.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku terhadap peralatan perkantoran yang habis pakai.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria barang modal dan
peralatan perkantoran yang dapat diberikan penangguhan
Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Penyelenggara Kawasan Berikat
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB III - KAWASAN BERIKAT
|
Pasal 16
|
(1)Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian
izin penyelenggara Kawasan Berikat untuk jangka waktu
tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2)Untuk mendapatkan penetapan tempat sebaga i Kawasan
Berikat dan izin penyelenggara Kawasan Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan
menjadi penyelenggara Kawasan Berikat harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu
kawasan, temp at, atau bangunan yang mempunyai
batas -batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan
rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Kawasan
Berikat;
b.berlokasi di kawasan industri atau kawasan budidaya
yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang
telah ditetapkan ;
c.memiliki Su rat Izin Tempat Usaha, Dokumen
Lingkungan Hidup , dan izin lainnya yang diperlukan
dari instansi teknis terkait; dan
d.telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan.
Bagian Keempat . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-12-
Bagian Keempat
Pengusaha Kawasan Berikat
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB III - KAWASAN BERIKAT
|
Pasal 17
|
(1)Pemberian izin pengusaha Kawasan Berikat untuk jangka
waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2)Untuk mendapatkan izin pengusaha Kawasan Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan
menjadi pengusaha Kawasan Berikat harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu
tempat atau bangunan yang mempunyai batas -batas
yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata
letak/denah;
b.memil iki Surat Izin Usaha Industri, Dokumen
Lingkungan Hidup , dan izin lainnya yang diperlukan
dari instansi teknis terkait; dan
c.telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan.
Bagian Kelima
Pengusaha di Kawasan Berikat
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB III - KAWASAN BERIKAT
|
Pasal 18
|
(1)Pemberian izin pengusaha di Kawasan Berikat dan
penetapan penyelenggara di Kawasan Berikat untuk jangka
waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2)Untuk mendapatkan izin dan penetapan sebagaimana
dimaksud pada ay at (1), pihak yang akan menjadi
pengusaha di Kawasan Berikat harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu
tempat atau bangunan yang mempunyai batas -batas
yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana t ata
letak/denah;
b.memiliki Sura t Izin Usaha Industri, Dokumen
Lingkungan Hidup , dan izin lainnya yang diperlukan
dari instansi teknis terkait;
c. telah . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-13-
c.telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat
Pember itahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan; dan
d.mendapat rekomendasi dari Penyelenggara Kawasan
Berikat.
Bagian Keenam
Subkontrak
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB III - KAWASAN BERIKAT
|
Pasal 19
|
(1)Pengusaha Kawasan Berikat dan p engusaha di Kawasan
Berikat dapat mensubkontrakkan dan/atau menerima
pekerjaan subkontrak atas sebagian dari kegiatan
pengolahan kepada dan/atau dari pengusaha Kawasan
Berikat dan pengusaha di Kawasan Berikat lainnya
dan/atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah
pabean.
(2)Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat dilakukan untuk pekerjaan yang hanya
merupakan pekerjaan pemeriksaan awal, penyortiran,
pemeriksaan akhir, atau pengepakan.
(3)Pekerjaan subkontrak sebagai mana dimaksud pada ayat (1)
harus dilakukan berdasarkan perjanjian subkontrak.
(4)Dalam hal pengusaha Kawasan Berikat dan pengusaha di
Kawasan Berikat melakukan penyerahan pekerjaan
subkontrak kepada perusahaan industri di tempat lain
dalam daerah pabean, pengusaha Kawasan Berikat dan
pengusaha di Kawasan Berikat harus menyampaikan
dokumen kepabeanan dan menyerahkan jaminan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang -undangan di
bidang Kepabeanan.
(5)Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Kawasan
Berikat lainnya atau tempat lain dalam daerah pabean
dalam rangka subkontrak diberikan untuk jangka waktu
tertentu.
(6)Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
mendapat penangguhan Bea Masuk dan/atau tidak
dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
(7) Atas . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-14-
(7)Atas pemasukan kembali barang dalam rangka subkontrak
dari Kawasan Berikat lainnya atau tempat lain dalam
daerah pabean ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diberikan penangguhan Bea Masuk dan/atau
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
(8)Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
tidak dimasukkan kembali ke dalam Kawasan Berikat
tempat pengeluaran barang, maka:
a.untuk barang asal impor, pengusaha Kawasan Berikat
atau pengusaha di Kawasan Berikat wajib melunasi Bea
Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor dan dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -
undangan ; dan
b.atas barang yang tidak dimasukkan kembali ke dalam
Kawasan Berikat tempat pengeluaran barang,
pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di
Kawasan Beri kat wajib membuat faktur pajak dan
memungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang -undangan di bidang
perpajakan.
(9)Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengeluaran
barang dalam rangka subkontrak sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB III - KAWASAN BERIKAT
|
Pasal 20
|
(1)Pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan
Berikat dapat mengeluarkan sisa hasil produksi dari
proses produksi di Kawasan Berikat ke tempat lain dalam
daerah pabean.
(2)Sisa hasil prod uksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang berupa limbah bahan berbahaya dan beracun dapat
dikeluarkan dari Kawasan Berikat untuk didaur ulang atau
dimusnahkan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan -undangan.
(3)Sisa hasil produ ksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean
dikecualikan dari tata niaga impor.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB IV - TEMPAT PENYELENGGARAAN PAMERAN BERIKAT
|
Pasal 21
|
(1)Di dalam Tempat Penyele nggaraan Pameran Berikat
dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat.
(2) Tempat . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-15-
(2)Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat dapat bersifat
tetap atau sementara.
(3)Penyelenggaraan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
sebagaiman a dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
penyelenggara Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
(4)Penyelenggara Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan kegiatan
penyediaan dan pengelolaan kawasan untuk kegiatan
pengusahaan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB IV - TEMPAT PENYELENGGARAAN PAMERAN BERIKAT
|
Pasal 22
|
(1)Pengusahaan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
tetap, dilakukan oleh:
a.pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
tetap; atau
b.pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
tetap merangkap sebagai Penyelenggara di Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap.
(2)Pengusahaan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
sementara ,dilakukan oleh pengusaha Tempat
Penyele nggaraan Pameran Berikat sementara.
(3)Pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat dan
pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB IV - TEMPAT PENYELENGGARAAN PAMERAN BERIKAT
|
Pasal 23
|
Pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat dan
pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2)
melakukan kegiatan menimbun barang impor dalam jangka
waktu tertentu, dengan atau tan pa barang dari dalam Daerah
Pabean untuk dipamerkan.
Bagian Kedua
Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB IV - TEMPAT PENYELENGGARAAN PAMERAN BERIKAT
|
Pasal 24
|
(1)Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat:
a.diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
b. tidak . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-16-
b.tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
(2)Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat
ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat:
a.diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
b.tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
(3)Terhadap pemasukan barang dari Tempat Penimbunan
Berikat ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat,
pengusaha Tempat Penimbunan Berikat wajib membuat
faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah tid ak dipungut.
(4)Barang kena p ajak berupa barang pameran yang
dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tidak dipungut
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mew ah.
(5)Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah
pabean ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat,
pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean wajib
membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut.
(6)Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dikeluarkan kembali kepada pengusaha di tempat lain
dalam daerah pabean, pengusaha Tempat Penyelenggaraan
Pameran Berikat atau pengusaha di Temp at
Penyelenggaraan Pameran Berikat wajib membuat faktur
pajak dan atas penyerahan barang tersebut dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang -undangan di bidang
perpajakan.
(7)Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
asal impor dikeluarkan ke tempat lain dalam
daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai,
pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat atau
pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat,
wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor.
(8)Atas penyerahan barang dari Tempat Penyelenggaraan
Pameran Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean,
pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat atau
pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak
Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang -undangan di bidang perpajakan.
(9) Barang . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-17-
(9)Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
, bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat yang
bersangkutan.
Bagian Ketiga
Penyelenggara Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB IV - TEMPAT PENYELENGGARAAN PAMERAN BERIKAT
|
Pasal 25
|
(1)Penetapan tempat sebagai Tempat Penyelenggaraan
Pameran Berikat dan pembe rian izin penyelenggara Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat untuk jangka waktu
tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2)Untuk mendapatkan penetapan dan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang bersifat tetap, pihak yang
akan menjadi penyel enggara harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a.memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu
tempat atau bangunan yang mempunyai batas -batas
yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata
letak/denah yang akan dijadikan Tempat
Penyelen ggaraan Pameran Berikat;
b.memiliki Surat Izin Tempat Usaha , Dokumen
Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan
dari instansi teknis terkait; dan
c.telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan S urat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan.
(3)Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat dan izin penyelenggaraan
Tempat Penyelen ggaraan Pameran Berikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang bersifat sementara, pihak
yang akan menjadi penyelenggara harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.memiliki bukti penggunaan suatu tempat atau
bangunan yang mempunyai batas -batas yang jelas
berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata
letak/denah yang akan dijadikan Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat; dan
b.telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Paja k Penghasilan tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan.
Bagian Keempat . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-18-
Bagian Keempat
Pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB IV - TEMPAT PENYELENGGARAAN PAMERAN BERIKAT
|
Pasal 26
|
(1)Pemberian izin pengusaha Tempat Penyelenggaraan
Pameran Berikat untuk jangka wa ktu tertentu ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.
(2)Untuk mendapatkan izin pengusaha Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pihak yang akan menjadi pengusaha Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat harus memenuhi
persy aratan sebagai berikut:
a.memiliki Surat Izin Usaha Pameran , Dokumen
Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan
dari instansi teknis terkait; dan
b.telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Sur at
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan.
Bagian Kelima
Pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB IV - TEMPAT PENYELENGGARAAN PAMERAN BERIKAT
|
Pasal 27
|
(1)Pemberian izin pengusaha di Tempat Penyelengga raan
Pameran Berikat dan penetapan sebagai penyelenggara di
Tempat penyelenggaraan Pameran Berikat untuk jangka
waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2)Untuk mendapatkan izin pengusaha di Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat dan penetap an sebagai
penyelenggara di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan
menjadi pengusaha merangkap sebagai penyelenggara di
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.memiliki Surat Izin Usaha Pameran , Dokumen
Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan
dari instansi teknis terkait;
b. telah .. .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-19-
b.telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan; dan
c.mendapat rekomendasi dari penyelenggara Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB V - TOKO BEBAS BEA
|
Pasal 28
|
(1)Di dalam Toko Bebas Bea dilakukan penyelenggaraan dan
pengusahaan Toko Bebas Bea.
(2)Penyelenggaraan Toko Bebas Bea dan Pengusahaan Toko
Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh penyelenggara Toko Bebas Bea sekaligus pen gusaha
Toko Bebas Bea yang berbadan hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB V - TOKO BEBAS BEA
|
Pasal 29
|
Toko Bebas Bea dapat berlokasi di:
terminal keberangkatan bandar udara internasional di
kawasan pabean;
pelabuhan utama di kawasan pabean;
tempat transit pada terminal keberangkatan bandar udara
internasional yang merupakan tempat khusus bagi
penumpang transit tujuan luar negeri di kawasan pabean;
pelabuhan utama yang merupakan tempat khusus bagi
penumpang transit tujuan luar negeri di kawasan pabean;
atau
dalam kota.
Bagian Kedua
Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB V - TOKO BEBAS BEA
|
Pasal 30
|
(1)Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Toko
Bebas Bea:
a.diberikan penangguhan Bea Masuk ; dan/atau
b.tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
2. Barang . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-20-
(2)Barang yang dim asukkan dari Gudang Berikat ke Toko
Bebas Bea:
a.diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
b.tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
(3)Terhadap pemasukan barang dari Gudang Berikat ke Toko
Bebas Bea, pengusaha Gudang Berikat atau pengusaha di
Gudang Berikat wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi
cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut.
(4)Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah
pabean ke Toko Bebas Bea tidak dipun gut Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
(5)Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah
pabean ke Toko Bebas Bea, pengusaha di tempat lain dalam
daerah pabean wajib membuat faktur pajak y ang dibubuhi
cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut.
(6)Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
, bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di
Toko Bebas Bea ya ng bersangkutan.
Bagian Ketiga
Penyelenggara Toko Bebas Bea Sekaligus Pengusaha Toko Bebas Bea
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB V - TOKO BEBAS BEA
|
Pasal 31
|
(1)Penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian
izin penyelenggara Toko Bebas Bea sekaligus pengusaha
Toko Bebas Bea untuk jangka waktu tert entu ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.
(2)Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Toko Bebas
Bea dan izin penyelenggara Toko Bebas Bea sekaligus
pengusaha Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada
, pihak yang akan menjadi penyelenggara Toko
Bebas Bea sekaligus pengusaha Toko Bebas Bea harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu
tempat atau bangunan yang mempunyai batas -batas
yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata
letak/dena h yang akan dijadikan Toko Bebas Bea;
b. memiliki . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-21-
b.memiliki Surat Izin Tempat Usaha, Dokumen
Lingkungan Hidup, Surat Izin Usaha Perdagangan, dan
izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;
dan
c.telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB V - TOKO BEBAS BEA
|
Pasal 32
|
(1)Orang yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yang
berlokasi di ka wasan pabean sebagaimana dimaksud dalam
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB V - TOKO BEBAS BEA
|
Pasal 29
|
huruf a sampai dengan huruf d dengan tidak
dipungut Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam
Rangka Impor adalah:
a.orang yang bepergian ke luar negeri; atau
b.penumpang yang sedang transit di kawasan pab ean.
(2)Orang yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yang
berlokasi di dalam kota sebagaimana dimaksud dalam
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB V - TOKO BEBAS BEA
|
Pasal 29
|
huruf e dengan mendapatkan pembebasan Bea
Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor
adalah:
anggota korps diplomatik ya ng bertugas di Indonesia
beserta keluarganya yang berdomisili di Indonesia
berikut lembaga diplomatik;
pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada Badan
Internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan
diplomatik beserta keluarganya; dan
turis asing ya ng akan keluar dari Daerah Pabean.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB V - TOKO BEBAS BEA
|
Pasal 33
|
Pengusaha Toko Bebas Bea wajib meneliti dan mendata orang
yang membeli barang di Toko Bebas Bea yang diusahakannya.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB VI - TEMPAT LELANG BERIKAT
|
Pasal 34
|
(1)Di d alam Tempat Lelang Berikat dilakukan
penyelenggaraan dan pengusahaan Tempat Lelang Berikat.
(2) Penyelenggaraan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-22-
(2)Penyelenggaraan Tempat Lelang Berikat dan Pengusahaan
Tempat Lelang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh penyelenggara Tempat Lelang Berika t
sekaligus pengusaha Tempat Lelang Berikat yang berbadan
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Bagian Kedua
Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB VI - TEMPAT LELANG BERIKAT
|
Pasal 35
|
(1)Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke
Tempat Lelang Berikat:
a.diberikan p enangguhan Bea Masuk; dan
b.tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
(2)Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah
pabean ke Tempat Lelang Berikat tidak dipungut Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Bara ng Mewah.
(3)Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah
pabean ke Tempat Lelang Berikat, pengusaha di tempat lain
dalam daerah pabean wajib membuat Faktur Pajak yang
dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
tidak dipungut.
(4)Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan
tujuan diimpor untuk dipakai, pengusaha Tempat Lelang
Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dal am
Rangka Impor.
(5)Atas penyerahan barang lelang dari Tempat Lelang Berikat
ke tempat lain dalam daerah pabean, pengusaha Tempat
Lelang Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut
Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang -undangan di bidang perpajakan.
(6)Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Tempat
Lelang Berikat yang bersangkutan.
Bagian Ketiga . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-23-
Bagian Ketiga
Penyelenggara Tempat Lelang Berikat Sekaligus
Pengusaha Tempat L elang Berikat
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB VI - TEMPAT LELANG BERIKAT
|
Pasal 36
|
(1)Penetapan tempat sebagai Tempat Lelang Berikat dan
pemberian izin penyelenggara Tempat Lelang Berikat
sekaligus pengusaha Tempat Lelang Berikat untuk jangka
waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2)Untuk mendapatk an penetapan dan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi
penyelenggara Tempat Lelang Berikat merangkap sebagai
pengusaha Tempat Lelang Berikat harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.memiliki bukti kepemilikan atau penguasa an suatu
tempat atau bangunan yang mempunyai batas -batas
yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata
letak/denah yang akan dijadikan Tempat Lelang Berikat;
b.memiliki Surat Izin Tempat Usaha, Dokumen
Lingkungan Hidup, Surat Izin Usaha Lelang, dan izin
lainnya dari instansi teknis terkait; dan
c.telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Sura t
Pemberitahuan Tahunan.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB VII - KAWASAN DAUR ULANG BERIKAT
|
Pasal 37
|
(1)Di dalam Kawasan Daur Ulang Berikat dilakukan
penyelenggaraan dan pengusahaan Kawasan Daur Ulang
Berikat.
(2) Penyelenggaraan . . .
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-24-
(2)Penyelenggaraan Kawasa n Daur Ulang Berikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara
Kawasan Daur Ulang Berikat yang berbadan hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(3)Penyelenggara Kawasan Daur Ulang Berikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mel akukan kegiatan menyediakan
dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan
Kawasan Daur Ulang Berikat.
(4)Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Kawasan Daur Ulang
Berikat dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan
Kawasan Daur Ulang Berikat.
(5)Pengusaha an Kawasan Daur Ulang Berikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a.pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat; atau
b.pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat merangkap
sebagai penyelenggara di Kawasan Daur Ulang Berikat.
(6)Pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat atau pengusaha di
Kawasan Daur Ulang Berikat merangkap sebagai
penyelenggara di Kawasan Daur Ulang Berikat melakukan
kegiatan menimbun barang impor dalam jangka waktu
tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan pengolahan
berupa proses daur ulang limbah asal impor dan/atau asal
Daerah Pabean dengan mempergunakan teknologi yang
telah disetujui oleh kementerian yang menangani masalah
lingkungan hidup sehingga menjadi produk yang
mempunyai nilai tambah serta nilai ekonomi yang lebih
tinggi .
(7)Pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat atau pengusaha di
Kawasan Daur Ulang Berikat merangkap sebagai
penyelenggara di Kawasan Daur Ulang Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus berbadan
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Bagian Kedua
Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB VII - KAWASAN DAUR ULANG BERIKAT
|
Pasal 38
|
(1)Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke
Kawasan Daur Ulang Berikat:
a.diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
b. tidak . . .
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-25-
b.tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
(2)Barang yang dimasukkan dar i Tempat Penimbunan Berikat
ke Kawasan Daur Ulang Berikat:
a.diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
b.tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
(3)Terhadap pemasukan barang dari Tempat Penimbunan
Berikat ke Kawasan Daur Ulang Berikat, pengusaha
Tempat Penimbunan Berikat wajib membuat faktur pajak
yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
tidak dipungut.
(4)Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah
pabean ke Kawasan Dau r Ulang Berikat tidak dipungut
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(5)Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah
pabean ke Kawasan Daur Ulang Berikat, pengusaha di
tempat lain dalam daer ah pabean wajib membuat faktur
pajak dengan dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah tidak dipungut.
(6)Dalam hal barang hasil produksi yang dihasilkan oleh
pengusaha Kawasan Daur Ulang Berika t dan pengusaha di
Kawasan Daur Ulang Berikat dikeluarkan ke tempat lain
dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk
dipakai, pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan
pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat wajib melunasi
Bea Masuk dan Pajak Dalam Rang ka Impor.
(7)Atas penyerahan barang dari Kawasan Daur Ulang Berikat
ke tempat lain dalam daerah pabean, pengusaha Kawasan
Daur Ulang Berikat dan pengusaha di Kawasan Daur Ulang
Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak
Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang -undangan di bidang perpajakan.
(8)Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
, bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di
Kawasan Daur Ulang Berikat yang bersangkutan.
Bagian Ketiga . . .
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-26-
Bagian Ketiga
Penyelengga ra Kawasan Daur Ulang Berikat
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB VII - KAWASAN DAUR ULANG BERIKAT
|
Pasal 39
|
(1)Penetapan tempat sebagai Kawasan Daur Ulang Berikat
dan pemberian izin penyelenggara Kawasan Daur Ulang
Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.
(2)Untuk mendapatkan penetapan te mpat sebagai Kawasan
Daur Ulang Berikat dan izin penyelenggara Kawasan Daur
Ulang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak
yang akan menjadi penyelenggara Kawasan Daur Ulang
Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.memiliki bukti kep emilikan atau penguasaan suatu
kawasan, tempat, atau bangunan yang mempunyai
batas -batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan
rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Kawasan
Daur Ulang Berikat;
b.berlokasi di kawasan industri yang ditunjuk khusu s
untuk daur ulang;
c.memiliki Surat Izin Tempat Usaha Daur Ulang,
Dokumen Lingkungan Hidup , dan izin lainnya yang
diperlukan dari instansi teknis terkait;
d.telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan S urat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan; dan
e.mendapat rekomendasi dari menteri yang menangani
masalah lingkungan hidup.
Bagian Keempat
Pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB VII - KAWASAN DAUR ULANG BERIKAT
|
Pasal 40
|
(1)Pemberian izin pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat
untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
(2) Untuk . . .
. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-27-
(2)Untuk mendapatkan izin pengusaha Kawasan Daur Ulang
Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang
akan menjadi pengusaha harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a.memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu
tempat atau bangunan yang mempunyai batas -batas
yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata
letak/denah;
b.memiliki Dokumen Lingk ungan Hidup , surat izin usaha
industri daur ulang, dan izin lainnya yang diperlukan
dari instansi teknis terkait;
c.telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasila n tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan;
d.mendapat rekomendasi dari menteri yang menangani
masalah lingkungan hidup;
e.merupakan importir produsen limbah non bahan
berbahaya dan beracun (B3); dan
f.pernyat aan tertulis dari pengusaha Kawasan Daur Ulang
Berikat yang menyatakan kesediaan untuk mengekspor
kembali bahan berupa limbah dalam hal limbah tersebut
tidak diolah dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan
atau izin pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat
dicabut.
Bagian Kelima
Pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB VII - KAWASAN DAUR ULANG BERIKAT
|
Pasal 41
|
(1)Pemberian izin pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat
dan penetapan penyelenggara di Kawasan Daur Ulang
Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.
(2) Untuk . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-28-
(2)Untuk mendapatkan izin pengusaha di Kawasan Daur
Ulang Berikat dan penetapan penyelenggara di Kawasan
Daur Ulang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pihak yang akan menjadi pengusaha di Kawasan Daur
Ulang Berikat harus memenuhi persyaratan seb agai
berikut:
a.memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu
kawasan, tempat, atau bangunan yang mempunyai
batas -batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan
rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Kawasan
Daur Ulang Berikat;
b.berlokasi di k awasan industri yang ditunjuk khusus
untuk daur ulang;
c.memiliki Surat Izin Tempat Usaha Daur Ulang, Surat
Izin Usaha Industri Daur Ulang, Dokumen Lingkungan
Hidup , dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi
teknis terkait;
d.telah melaporkan usahan ya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan;
e.mendapat rekomendasi dari menteri yang menangani
masalah lingkungan hidup;
f.memiliki bukti sebagai importir produsen limbah non
bahan berbahaya dan beracun (B3); dan
g.pernyataan tertulis dari pengusaha di Kawasan Daur
Ulang Berikat merangkap sebagai penyelenggara di
Kawasan Daur Ulang Berikat yang me nyatakan
kesediaan untuk mengekspor kembali bahan berupa
limbah dalam hal limbah tersebut tidak diolah dalam
waktu paling lama 3 (tiga) bulan atau izin pengusaha di
Kawasan Daur Ulang Berikat dicabut.
Bagian Keenam
Ketentuan Khusus
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB VII - KAWASAN DAUR ULANG BERIKAT
|
Pasal 42
|
(1)Pengusa ha Kawasan Daur Ulang Berikat dan pengusaha di
Kawasan Daur Ulang Berikat harus mengolah bahan baku
berupa limbah non bahan berbahaya dan beracun (B3)
yang dimasukkan ke Kawasan Daur Ulang Berikat yang
dikelolanya dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sej ak
tanggal pemasukan.
(2)Kriteria . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-29-
(2)Kriteria bahan baku berupa limbah non bahan berbahaya
dan beracun (B3) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a.limbah padat yang tersortir;
b.bukan limbah bahan berbahaya dan beracun;
c.bukan sam pah yang berasal dari kegiatan rumah tangga
atau sejenis sampa h rumah tangga atau sampah
spesifik;
d.tidak berbentuk cair, debu, lumpur, pasta, sludge ,dan
tidak terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan
beracun; dan
e.limbah yan gtelah dipotong, dihancurkan atau diubah
dalam bentuk yang ramah l ingkungan .
(3)Pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan pengusaha di
Kawasan Daur Ulang Berikat wajib melakukan
pengendalian pencemaran lingkungan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang -undangan di bidang
lingkungan hidup.
(4)Dalam hal kegiatan peng olahan menghasilkan limbah lain
maka pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan
pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat wajib mengelola
lebih lanjut limbah yang dihasilkannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang -undangan di bidang
lingkungan hidup.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB VIII - PEMBEKUAN , PEMBERLAKUAN KEMBALI, DAN PENCABUTAN IZIN
|
Pasal 43
|
(1)Izin penyelenggaraan Tempat Penimbunan Berikat
dibekukan dalam hal pihak yang melakukan
penyelenggaraan:
a.melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang
diberikan berdasarkan bu kti permulaan yang cukup;
atau
b.menunjukkan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan
Tempat Penimbunan Berikat.
(2)Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diberlakukan kembali dalam hal penyelenggara
Tempat Penimbunan Berikat:
a.tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang
dari izin yang diberikan; atau
b. telah . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-30-
b.telah mampu kembali menyelenggarakan Tempat
Penimbunan Berikat.
(3)Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diubah menjadi pencabutan dalam hal penyelengg ara
Tempat Penimbunan Berikat:
a.terbukti telah melakukan kegiatan yang menyimpang
dari izin yang diberikan; atau
b.tidak mampu lagi menyelenggarakan Tempat
Penimbunan Berikat tersebut.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB VIII - PEMBEKUAN , PEMBERLAKUAN KEMBALI, DAN PENCABUTAN IZIN
|
Pasal 44
|
(1)Izin pengusahaan di Tempat Penimbunan Berikat
dibekukan dalam hal pihak yang melakukan pengusahaan:
a.melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang
diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup;
atau
b.menunjukkan ketidakmampuan dalam pengusahaan di
Tempat Penimbunan Berikat.
(2)Izin yang dibe kukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diberlakukan kembali dalam hal pengusaha di
Tempat Penimbunan Berikat:
a. tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang
dari izin yang diberikan; atau
b.telah mampu kembali melakukan pengusahaan di
Tempa t Penimbunan Berikat.
(3)Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diubah menjadi pencabutan dalam hal pengusaha di
Tempat Penimbunan Berikat:
a.terbukti telah melakukan kegiatan yang menyimpang
dari izin yang diberikan; atau
b.tidak mampu lagi melakukan pengusahaan Tempat
Penimbunan Berikat tersebut.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB VIII - PEMBEKUAN , PEMBERLAKUAN KEMBALI, DAN PENCABUTAN IZIN
|
Pasal 45
|
Penetapan Tempat Penimbunan Berikat dan izin
penyelenggaraan atau pengusahaan di Tempat Penimbunan
Berikat dicabut dalam hal penyelenggara dan/atau pengusaha
Tempat Penimbunan B erikat:
tidak melakukan kegiatan dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan secara terus menerus;
dinyatakan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-31-
dinyatakan pailit;
izin usaha yang dimilikinya tidak berlaku lagi;
bertindak tidak jujur dalam usahanya; atau
mengajukan permohonan pencabutan.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB VIII - PEMBEKUAN , PEMBERLAKUAN KEMBALI, DAN PENCABUTAN IZIN
|
Pasal 46
|
Dalam hal izin Tempat Penimbunan Berikat dicabut,
penyelenggara dan/atau pengusaha Tempat Penimbunan
Berikat dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak tanggal pencabutan izin harus:
melunasi semua Bea Masuk dan Pajak Dala m Rangka
Impor yang terutang;
mengekspor kembali barang yang masih ada di Tempat
Penimbunan Berikat; atau
memindahkan barang yang masih ada di Tempat
Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat
lain.
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimak sud pada ayat
dilampaui maka atas barang yang berada di Tempat
Penimbunan Berikat dinyatakan sebagai barang yang tidak
dikuasai.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB IX - KETENTUAN PERALIHAN
|
Pasal 47
|
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
1.Izin sebagai Kawasan Berikat, G udang Berikat, Toko Bebas
Bea, dan Entrepot Tujuan Pameran yang tidak ditetapkan
jangka waktunya, masih tetap berlaku selama 3 (tiga) tahun
sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
2.Izin sebagai Kawasan Berikat, Gudang Berikat, Toko Bebas
Bea, dan Ent repot Tujuan Pameran yang telah ditetapkan
jangka waktu izinnya, berlaku sampai dengan berakhirnya
izin tersebut.
3. Entrepot . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-32-
3.Entrepot Tujuan Pameran sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang
Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat, dalam
Peraturan Pemerintah ini disebut dengan Tempat
Penyelenggaraaan Pameran Berikat.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 48
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pendirian,
penyelenggaraan, dan pengusahaan Tempat Penimbunan
Berikat diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai tata cara pendirian, pengawasan, dan
pelayanan Tempat Penimbunan Berikat diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 49
|
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
1.Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang
Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahu n 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3638) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
1997 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor
33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat
(Lembaran Ne gara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2.Semua peraturan pelaksanaan yang mengatur tentang
Gudang Berikat, Kawasan Berikat, Entrepot untuk Tujuan
Pameran dan Toko Bebas Bea, dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah ini.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 50
|
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh)
hari sejak tanggal diundangkan.
Agar . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-33-
Agar setiap orang me ngetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Maret 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Maret 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 61
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang -undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,
ttd
SETIO SAPTO NUGROHO
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2009 2008
TENTANG
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
I.UMUM
Dalam era globalisasi perdagangan dunia sekarang ini, persaingan untuk
mendapatkan pasar bagi produk industri bukan minyak dan gas bumi
sedemikian ketatnya. Oleh karena itu daya saing produk ekspor Indonesia
perlu ditingkatkan antara lain dengan jalan efisiensi proses produksi,
peningkatan mutu/kualitas barang, memperlancar arus keluar masuknya
barang ke dan dari Indonesia serta tersedianya sarana promosi dalam
mendukung pemasarannya. Peningkatan mutu barang dan efisiensi proses
produksi tersebut dapat lebih dipacu apabila persediaan bahan baku bagi
kebutuhan industri dalam negeri tersedia tepat waktu dan produk yang
dihasilkan belum dibebani dengan kewajiban kepabeanan, cukai, dan
perpajakan.
Pemerintah berkomitmen untuk memberikan berbagai macam fasilitas yang
lebih mendukung terciptanya iklim investasi yang semakin kondusif agar
investor lebih berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia,
sehingga dapat membuka lapangan kerja yang semakin luas yang pada
akhirnya akan mendorong tingkat pertumb uhan ekonomi yang cukup tinggi.
Selain itu diharapkan pula para investor akan lebih terangsang untuk
melakukan kegiatan bisnisnya secara terpadu dan dapat lebih bersaing di
pasar internasional atas produk industri yang mereka hasilkan. Pemberian
fasilitas tersebut diantaranya adalah kemudahan di bidang kepabeanan,
cukai, dan perpajakan.
Pemberian fasilitas di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan secara
internasional dan praktik kenegaraan juga diberikan kepada para anggota
korps diplomatik dan lembaga internasional secara timbal balik, serta
kepada mereka yang akan berangkat ke luar negeri yang membeli barang
dalam batas nilai tertentu.
Praktik pemberian fasilitas sebagaimana tersebut di atas, dilaksanakan
dengan membentuk suatu Tempat Penimbunan Berika t yang sepenuhnya
berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
II. PASAL . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2-
II.PASAL DEMI PASAL
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 2
|
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “pengawasan” adalah pengawasan atas
keluar masuknya barang dari dan k e Tempat Penimbunan Berikat,
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atas fasilitas yang
diberikan. Pengawasan dilakukan dengan tetap menjamin
kelancaran arus barang.
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
|
32
|
2009
|
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
|
BAB X - KETENTUAN PENUTUP
|
Pasal 3
|
Cukup jelas.
|
Subsets and Splits
No community queries yet
The top public SQL queries from the community will appear here once available.